Pergi ke Bulan

Yodefia Rahmad
5 min readJan 13, 2021

--

Sudah hampir satu jam dia berbaring di kamarnya mencoba untuk tidur. Dia tahu betul hal ini akan terjadi, seperti pada malam-malam sebelum sesuatu yang penting terjadi dalam hidupnya, bahwa dia akan kesulitan untuk tertidur. Pikirannya terus belari tanpa ampun meski raganya sudah kehabisan tenaga dan hanya ingin beristirahat. Bagaimana tidak lelah, hari ini merupakan H-1 dari puncak kerja kerasnya selama empat tahun terakhir. Esok hari, Indonesia akan meluncurkan pesawat ulang-alik berawak pertamanya ke Bulan.

Memang mimpinya sejak pertama belajar tentang misi Apollo 11 untuk bisa terlibat dalam misi eksplorasi ke luar angkasa, yang kemudian mendasari pilihannya untuk mengambil jurusan entah apa namanya itu yang berhubungan dengan luar angkasa pula. Di tengah masa studinya, Misi Rembulan disahkan oleh Bapak Presiden. Peluncuran misi berawak ke Bulan kedua di dunia pada lima tahun yang akan datang. Iapun menjadi salah satu insinyur pesawat ruang angkasa Cendrawasih.

Dalam kegelapan kamarnya, ia melihat layar telepon genggamnya menyala. Ada beberapa notifikasi pesan masuk, dari chat group kantornya, teman alumni, dan grup keluarga besar. Ia mengetuk ikon grup keluarganya, bersiap untuk melihat salah satu antara berikut: jadwal pemadaman listrik bergilir karena banjir di dekat pembangkit listrik terbesar di negaranya atau pesan berantai berisi ceramah singkat. Ceramah. Namun dengan sedikit plot twist: diikuti tautan video Youtube mengenai Bulan sebagai salah satu kebesaran Tuhan dan anjuran untuk mendoakan para astronot yang hendak pergi ke Bulan.

Ini pertama kalinya ia melihat sesuatu yang… besinggungan dengan pekerjaannya di grup tersebut. Satu-satunya kesempatan lain para Om dan Tante menunjukan ketertarikan mereka adalah saat lebaran dua tahun lalu, ketika salah satu kerabat keluarga berkunjung dan menanyakan tentang pekerjaannya ke Mamanya. Segera ia bersiap untuk melempar senyuman sebagai balasan reaksi standar “Wah!”. Alih-alih, si Tante bertanya, “Memang benar ya, salah satu astronotnya orang Cina?” Ia mengernyitkan dahinya mengajak Mamanya untuk ronde ketupat dan gulai selanjutnya.

Tak lama setelah pesan rantai tersebut, Tante Lainnya mengingatkan untuk tidak berpartisipasi di acara doa bersama yang diselenggarakan beberapa pemuka agama di Jakarta untuk keselamatan para astronot, lengkap dengan komen keheranan Tante Lainnya Lagi akan Toleransi yang Kelewatan. Butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk pikirannya kelelahan dari berlarian di perkara ini hingga iapun akhirnya tertidur pulas.

13 Januari 2021, pukul 04:29 WIB. Tepat lima jam tiga puluh satu menit sebelum Cendrawasih mengudara, ia memarkirkan mobilnya di pekarangan situs peluncuran. Ia diharuskan standby di posnya untuk bersiap pemeriksaan terakhir dari ruang kendali dalam tiga puluh satu menit lagi. Sembari menikmati kopi paginya, ia berkeliling situs peluncuran, mengagumi Cendrawasih dengan latar matahari yang akan terbit sebentar lagi.

Tak jauh dari akses menuju ruang kendali, sebuah Alphard seri terbaru terparkir dengan mesin menyala. Jendela sampingnya diterangi cahaya putih. Ia mendekat dan mendapati dalamnya sebuah ringlight terpasang di hadapan seorang perempuan berambut panjang berwarna kecoklatan. Matanya tertutup pasrah dilukis oleh seorang penata rias yang kesulitan bergerak di bagian belakang mobil tersebut. Butuh beberapa waktu untuk ia mengenali wajah yang sedang didandani itu, Si Selebgram dengan pengikut lebih dari empat ratus ribu di Instagram.

Tepat setahun sebelumnya, pemerintah Indonesia mengumumkan tiga public figure — seorang Penyanyi , Aktris, dan Selebgram — sebagai Duta Antariksa. Segala bentuk promosi dan pensuasanaan Misi Rembulan selalu dimeriahkan oleh ketiganya. Ia menghela nafas, mencoba untuk memikirkan satu alasan mengapa misi sains ke luar angkasa membutuhkan brand ambassador, dan kalaupun memang ternyata butuh, mengapa mereka harus tiba di situs peluncuran lebih dahulu dari para teknisinya.

Segala publikasi mengenai misi ini selalu dikait-kaitkan dengan profil salah satu di antara mereka, seperti artikel tentang mainan favorit masa kecil Si Penyayi adalah Lego edisi khusus Star Destroyer. Memang tidak semua kanal media menaruh perhatian yang sama besarnya pada para Duta Antariksa. Tapi tentu saja, di kesempatan lain, kanal berita yang sama salah mengeja nama salah satu astronot Cendrawasih. Tapi menurutnya Si Selebgramlah pemenangnya, dengan postingan gembiranya mengenai H-30 peluncuran astronot Indonesia pertama ke planet lain.

Terakhir kali balkon observasi di atas ruang kendali terisi sepenuh ini adalah ketika si Aktris melakukan Instagram takeover dan liputan televisi akan kunjungannya ke situs peluncuran Cendrawasih. Kali ini, Bapak Presiden beserta jajaran Menteri dan Petinggi Militer dan Gubernur dan Pemuka Agama pun ada disana. Sementara Duta Antariksa berdiri menempel di dinding belakang ruang kendali setelah Si Aktris memaksa untuk berada di ruang kendali atas nama konten ekslusif.

Prosesi pembukaan oleh Bapak-Bapak yang berada di balkon observasi berlangsung selama kurang lebih empat puluh menit. Tangannya hampir pedih dari tepuk tangan. Pikirannya kembali ke pesan Tante Lainnya ketika Si Pemuka Agama menutup pembukaan dengan memimpin doa. Tiga puluh menit selanjutnya berisikan persiapan peluncuran: kamera personal tiap astronot berjalan memasuki bilik kontrol Cendrawasih dan pengecekan terakhir tiap pos-posnya.

Dingin keringat membasahi tangannya yang semakin bergetar hebat. Ia melihat sekali lagi ke sekelilingnya, inilah momen tersignifikan dalam dunia antariksa Indonesia.

“10…”

Antariksa, kata-kata itu mengingatkannya kepada si Duta Antariksa.

“9…”

Di belakang ruang kendali si Aktris kini sudah mengangkat telepon genggamnya tinggi-tinggi mengarah ke layar utama yang menampilkan hitung mundur peluncuran.

“8…”

Pak Kepala Misi menopang dagunya di tangan kanannya. Pak Kepala Misi menoleh ke balkon observasi.

“7…”

Putri Kecil Pak Kepala Misi melambaikan tangannya yang mengenggam erat boneka miniatur Cendrawasih.

“6…”

Ikut melambai di belakangnya Ibunda dari salah Seorang Astronot Dari Medan, istri dari Astronot Lainnya Dari Aceh, dan adik dari Astronot Ketiga Dari Lombok, lengkap dengan tangisan saru bernada haru atau cemas.

“5…”

Ia mengembalikan pandangannya ke layar utama ruang kendali.

“4…”

Angka 3 tidak kunjung muncul.

Ia mengernyitkan dahi dan jantungnya melompat keluar dadanya. Layar tersebut kini berwarna hitam pekat, bersamaan dengan padamnya semua layar komputer di tiap-tiap pos. Lampu ruang kendali, tak terkecuali area VIP balkon observasi, mendadak mati. Semua hadirin sontak terkejut dan mengeluarkan nafas panjang. “Oh my god….” terdengar si Aktris dari kejauhan.

Ia melihat beberapa koleganya mulai berlarian panik meninggalkan ruang kendali. Ia menarik nafas kembali, berusaha untuk tidak pingsan di tempat. Di hadapannya, layar telepon genggamnya menyala terang dan bergetar, menarik perhatiannya dari ruang kendali yang kini gelap gulita. Ia mengambil telepon genggamnya dan segera berlari keluar.

Di hadapannya masih berdiri dengan kokoh Cendrawasih. Tidak ada tanda-tanda pesawat tersebut sudah memulai inisiasi peluncuran. Hitung mundur di ruangan kendali benar-benar berhenti pada detik peluncuran minus keempat. Telepon genggam di tangannya bergetar kembali. Ia melihat notifikasi grup keluarga besarnya. Entah pemadaman listrik atau ceramah. Pesan yang diterima tidak diawali huruf hijaiyah. Biasanya, ia abaikan jadwal pemadaman listrik itu. Tapi kali ini ia ketuk dan di baris ketiga ia temukan:

13 Januari 2021: Pukul 10.00 –13.00 WIB

--

--

No responses yet